JAKARTA – Fathu Makkah (pembebasan Makkah) lahir dari pelanggaran kaum Quraisy Makkah terhadap kesepakatan dalam perjanjian Hudaibiyah. Salah satu poin yang mereka langgar yaitu yaitu gencatan senjata selama sepuluh tahun.
Peristiwa bersejarah berkenaan dengan perdamaian besar ini terjadi di bulan Ramadan, tepatnya pada tahun kedelapan hijriyah. Akan tetapi pada tahun ini terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh kubu Quraisy setelah salah satu koalisinya yaitu Kabilah Bani Bakr, diketahui membunuh seseorang dari Kabilah Khuza’ah yang berkoalisi dengan kubu Rasulullah.
Kedatangan Utusan Quraish ke Madinah
Setelah Rasulullah mendapat informasi pelanggaran yang dilakukan oleh Bani Bakr terhadap Kabilah Khuza’ah, selang beberapa waktu datang utusan Quraisy datang ke Madinah yaitu Abu Sufyan untuk memperbaharui perjanjian Hudaibiyah dengan kaum muslimin.
Akan tetapi kedatangan Abu Sufyan ke Madinah tidak membuahkan hasil kesepakatan dengan kaum muslimin. Akhirnya ia pulang tanpa membuahkan hasil yang diharapkan.
Dalam Shahih al-Sirah an-Nabawiyah, Ibrahim Al-Ali menjelaskan bahwa Rasulullah menyiapkan 10.000 pasukan untuk bertolak ke Makkah. Sementara itu, beliau menunjuk Abu Raham al-Ghifari sebagai penguasa sementara yang memimpin Madinah.
Setelah kedatangan Abu Sufyan, Rasulullah memulai menyusun berbagai strategi dan meminta pendapat dari para sahabatnya. Kemudian beliau juga mengeluarkan perintah kepada muslimin untuk bersiap-siap bertolak ke Makkah.
Rasulullah Bertolak ke Makkah
Setelah melakukan diplomasi dengan para pembesar Makkah, Rasulullah memasuki kota Makkah bersama 10.000 pasukan pada tanggal 20 Ramadan 8 H atau 11 Januari 630 M. Kedatangan Rasulullah ini untuk menagih komitmen perjanjian Hudaibiyah yang telah disepakati.
Di tengah jalan, ketika Rasulullah mengabarkan bahwa pasukan akan berangkat ke Makkah, mereka bersorak gembira. Sebab, mereka akan memasuki dan menaklukkan Makkah, sehingga salag satu pemimpin pasukan bernama Sa’d bin Ubadah yang pembawa bendera, berkata dengan lantang:
“Hari ini adalah hari pembalasan dan penghabisan mereka (al-yaum yaum al-malhamah),” katanya dengan bersemangat.
Mana kala Rasulullah mendengar hal tersebut, beliau meminta Ali bin Thalib untuk menegur Sa’d bin Ubadah serta memerintahkan pencopotannya sebagai panglima pembawa bendera yang digantikan oleh anaknya, Qays bin Sa’d bin Ubadah. Rasulullah pun mengganti kelimat yang diserukan oleh Sa’d bin Ubadah dengan kalimat:
“Hari ini adalah hari kasih sayang (al-yaum yaum al-marhamah),” tegas Rasulullah kepada pasukan.
Rasulullah membawa pasukan yang tengah dalam keadaan tegang dan panas, agar tidak mudah terprovokasi. Di sisi lain, Melihat banyaknya pasukan yang datang, kaum Quraisy di kota Makkah merasa gelisah. Kendati terdapat kesepakatan gencatan senjata dengan kaum muslimin selama sepuluh tahun, tetapi mereka sadar telah melanggar perjanjian tersebut.
Fathu Makkah berbeda dengan perang Badar, sebab kali ini umat Islam mengambil alih Makkah dari kafir Quraisy tanpa adanya perlawanan dan perang. Tidak ada pertumpahan darah di dalamnya. Kawasan sekitar Ka’bah dan Masjidil Haram disucikan dari patung dan berhala sesembahan kafir Quraisy.
Ketika menghancurkan berhala yang berada di sekitar Ka’bah dan Masjidil Haram, Rasulullah membaca surah al-Isra’ ayat 81 yang berbunyi:
وَقُلْ جَاۤءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۖاِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا
“Katakanlah, “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap.”
Kemudian Rasulullah menyuruh Bilal bin Rabah, untuk mengumandangkan azan. Semua tertunduk khusyuk mendengarkannya penuh makna mendengarkan kumandang azan yang dilantunkan Bilal bin Rabah, bekas seorang budak yang dihinakan oleh kafir Quraish karena keislamannya.
Selanjutnya Rasulullah memberikan amnesti kepada penduduk Makkah, meski mereka dahulu memusuhi umat Islam. Beliau mengutip surah Yusuf ayat 92:
قَالَ لَا تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَۗ يَغْفِرُ اللّٰهُ لَكُمْ ۖوَهُوَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ
“Dia (Yusuf) berkata, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.”
Demikianlah Rasulullah mengutip ucapan Nabi Yusuf pada ayat di atas. Pembersihan Ka’bah dan sekitarnya dari berhala dan simbol-simbol kemusyrikan lainnya dilakukan dengan damai. Oleh sebab itu, Fathu Makkah menjadi salah satu peristiwa penting yakni perdamaian besar di bulan Ramadan dalam sejarah umat Islam. Wallahu’alam.
(Isyatami Aulia)