JAKARTA— Rajab, bulan ke-7 dalam penanggalan HijriYah merupakan salah satu bulan yang dimuliakan. Pengagungan bulan ini bahkan berlaku sejak masa jahiliyah, jauh sebelum Nabi Muhammad SAW mendapat risalah kenabian.
Ibn Hajar al-Asqalani (w 852 H) mengutip pendapat Ibn Dihyah (w 633) tentang penamaan bulan Rajab. Menurut Ibn Dihyah, Rajab memiliki 18 nama. Salah satunya Rajab yang bermakna “agung” sebab bulan Rajab adalah salah satu bulan yang amat diagungkan oleh masyarakat Arab jahiliyah. (Lihat: Tabyin al-‘Ajb fi Ma Warada fi Syahr Rajab hal 21)
Di antara simbol pengagungan bulan Rajab pada masa jahiliyah adalah dengan cara menyembelih sembelihan untuk berhala. Sembelihan pada Rajab ini disebut dengan ‘atirah di mana Nabi SAW telah melarangnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “لَا فَرَعَ وَلَا عَتِيرَةَ.” قَالَ: وَالْفَرَعُ أَوَّلُ نِتَاجٍ كَانَ يُنْتَجُ لَهُمْ، كَانُوا يَذْبَحُونَهُ لِطَوَاغِيَتِهِمْ، وَالْعَتِيرَةُ فِي رَجَبٍ.
Dari Abu Hurairah ,RA dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, “Tidak ada Fara’ dan Atirah.” Beliau lalu jelaskan, “Fara’ adalah anak pertama seekor unta yang mereka sembelih untuk sesembahan mereka, dan Atirah adalah hewan yang mereka potong di bulan Rajab.” (HR Bukhari)
Sementara setelah cahaya Islam menerangi jazirah Arab, pengagungan terhadap bulan Rajab bukan lagi dengan menyembelih sembelihan untuk dipersembahkan kepada berhala. Melainkan dengan meningkatkan kualitas serta kuantitas amal ibadah.
Baik berupa ibadah ritual murni kepada Allah SWT atau amal saleh yang mengandung kebaikan sosial. Seperti telah diketahui, Rajab adalah salah satu dari empat bulan hurum (bulan yang dimuliakan) sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat at-Taubah [9]:36 dan penjelasan hadits Nabi Muhammad SAW.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Menurut beberapa mufasir seperti ath-Thabari, Fakhruddin ar-Razi, dan al-Qurthubi ketika menafsirkan ayat 36 surat at-Taubah di atas dijelaskan bahwa pada bulan hurum semua amal baik akan dilipatgandakan pahalanya seperti halnya berbuat buruk (zalim) akan dilipatgandakan dosa-dosanya. (Lihat: ath-Thabari, Jami’ul Bayan, juz 14, hal. 238, Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Ghaib, juz 16, hal. 41, al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, juz 8, hal. 134)
Karenanya, bagi orang beriman sudah sepatutnya Rajab ini dijadikan ajang menambah kuantitas dan kualitas amal saleh, baik kepada Allah SWT atau kepada sesama. Terlebih bulan Rajab seolah merupakan gerbang menuju bulan suci Ramadhan.
Sehingga bulan Rajab ini dapat pula dijadikan ajang latihan memperbanyak dan meningkatkan kualitas amal saleh sebelum bulan Ramadhan tiba.
Supaya ketika telah sampai di bulan Ramadhan, kita telah terbiasa melaksanakan amal saleh yang tidak hanya banyak, akan tetapi juga berkualitas dan bermutu tinggi. (Shafira Amalia, ed: Nashih).