JAKARTA, MUI.OR.ID – Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar standardisasi dai angkatan ke-25 di Gedung Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023).
Dalam sambutannya, Ketua Komisi Dakwah MUI KH Ahmad Zubaidi mengajak agar para dai untuk menegakkan amar ma’ruf (mengajak kebaikan) dan nahi mungkar (melarang berbuat jahat) lewat dakwah yang disampaikannya kepada umat.
Kiai Zubaidi menambahkan, amar ma’ruf nahi mungkar tersebut harus ditegakkan dalam konteks keagamaan dan kenegaraan.
“Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, para dai bisa berkontribusi lebih positif, memiliki penekanan amar ma’ruf nahi mungkar dalam konteks keagamaan dan kenegaraan,” ujarnya.
Kiai Zubaidi menjelaskan, MUI menganggap bahwa Pancasila dan NKRI sudah selesai. Sehingga, tidak adalagi ruang diskusi terkait bentuk dan dasar negara.
Oleh karena itu, tegas kiai Zubaidi, standardisasi dai ini digelar salah satu tujuannya untuk menyamakan visi bagi para dai untuk bisa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar dalam konteks keagamaan dan kenegaraan.
Kiai Zubaidi mengungkapkan, hingga kini masih ada kalangan umat Islam yang ingin mendirikan negara Islam dan Khilafah Islam. Menurutnya, hal itu memang tidak bertentangan dengan Islam, tetapi tidak ideal dengan negara Indonesia.
Indonesia, tegas kiai Zubaidi, sudah selesai dengan bentuk yang ideal, yakni NKRI dan Pancasila. Kiai Zubaidi menilai, bentuk NKRI dan Pancasila sudah terbukti hingga hari ini bisa membuat Indonesia sebagai negara yang damai.
“Nah untuk mewujudkan itu semua, harus ada sikap kita semua yang di MUI disebut Islam wasathiyah,” tegasnya.
Kiai Zubaidi menegaskan, Pancasila bukan produk sekuler, melainkan memiliki nilai-nilai agama yang tinggi dan ideal.
“Maka inilah perlunya standardisasi dai agar memiliki pemahaman dalam konteks keagamaan dan kenegaraan,” tegasnya.
Selain itu, sertifikat standardisasi MUI yang akan diberikan kepada peserta yang lulus ini bisa menjadi bukti bahwa dai tersebut memiliki kompetensi yang baik dari segi keagamaan.
Dengan begitu, ungkapnya, masyarakat tidak akan ragu kepada dai yang sudah terstandardisasi dai MUI untuk menyampaikan dakwah di lingkungannya.
“Apalagi di ranah publik, bapak ibu akan ditanya standardisasi ini. Kami sudah kerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bahwa dai yang tampil tersebut harus standardisasi dai MUI,” katanya.
Kiai Zubaidi menjelaskan, kerja sama tersebut secara tertulis memang berlaku pada saat bulan Ramadhan, tetapi, secara tidak tertulis, ini juga berlaku bukan hanya pada saat bulan Ramadhan.
“Karena itu dengan standardisasi ini bisa memberikan nilai tambah dan manfaat,” ungkapnya.
Selain itu, kegiatan ini juga bisa menjadi ajang silaturahim bagi para dai untuk bertukar fikiran. Sehingga, orientasi dakwah bagi para dai tidak sempit, melainkan bisa lebih luas dan membuka cakrawala dunia serta jendela Islam.
“Mudah-mudahan nanti bisa memperluas akses dalam dakwah,” paparnya.
(Sadam/Din)