JAKARTA– Asuransi Syariah selama ini kalah dengan Asuransi Konvensional karena tidak adanya kepastian nilai manfaat. DSN MUI melalui Fatwa nomor 155 mengenalkan konsep Asuransi Dwi Guna Syariah yang memberikan kepastian nilai manfaat.
Sebelum ada Fatwa Nomor 155 ini, DSN MUI hanya mengenal asuransi jiwa syariah. Kelemahan Asuransi Jiwa Syariah adalah tidak ada kepastian nilai manfaat yang nantinya diterima peserta asuransi.
“Asuransi Dwi Guna Syariah ini menawarkan dua manfaat, ketika meninggal dan ketika peserta masih hidup namun kontrak sudah habis, nilai manfaat diberikan dengan angka pasti sesuai prinsip syariah, ” ungkap Ketua Bidang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) DSN MUI, Agus Haryadi, Rabu (6/9/9) di Jakarta.
Dalam Workshop Pra Ijtima Sanawi DPS hari ketiga itu, dia menyampaikan, kepastian nilai ini tidak ada dalam Asuransi Jiwa Syariah. Sebab, Asuransi Jiwa Syariah terdapat investasi di dalamnya dan nilai yang nanti diterima peserta bergantung pada hasil investasi.
“Pada Asuransi Jiwa Syariah, kita tidak bisa menyimpulkan peserta akan mendapatkan berapa setelah sepuluh tahun, sementara pada asuransi konvensional, ada produk yang dapat memastikan berapa nilai yang diterima peserta asuransi, ” ungkapnya.
Dia menyampaikan, selama ini asuransi jiwa syariah tidak menarik minat masyarakat dan agen asuransi. Sebagai garda terdepan asuransi kepada masyarakat, agen asuransi lebih sering memasarkan produk konvensional dibandingkan yang syariah. Sebab, selain dari komisi dan bonus yang diperoleh dari asuransi konvensional, skema produk asuransi jiwa syariah yang tidak bisa memberikan kepastian nilai manfaat membuat masyarakat gamang.
“Produk asuransi syariah seringkali menjadi opsi terakhir saja, ” papar dia.
Kehadiran Asuransi Dwi Guna Syariah ini, tutur dia, diharapkan menarik minat masyarakat kepada asuransi syariah. Pada asuransi syariah ini, tidak dikenal namanya transfer risiko. Asuransi syariah menggunakan konsep sharing of risk atau berbagi risiko antar peserta. Ini membuat perusahaan tidak dibebani risiko sebagaimana pada asuransi konvensional.
“Jadi, asuransi syariah mengedepankan sikap saling tolong menolong di antara peserta. Sikap yang tentunya akan bernilai ibadah di mata Allah selain bermanfaat kepada sesama, ”
Selain mengejar ketertinggalan dengan asuransi konvensional, produk Asuransi Dwi Guna Syariah ini juga menutup kelemahan Asuransi Jiwa Syariah yang tidak memiliki kepastian nilai manfaat.
“Kalau di syariah seperti apa? Asuransi Jiwa Syariah masuk dalam tabarru’ sedangkan Asuransi Dwi Guna Syariah masuk ke dalam tanahud, jadi ada dua dana dan sifatnya sama-sama hibah, ” ungkap dia.
Kehadiran Fatwa DSN MUI Nomor 155 ini juga diharapkan mendorong OJK untuk mengeluarkan peraturan terkait asuransi syariah yang lebih beragam. Sehingga perkembangan asuransi syariah semakin berkembang di masa mendatang. (Ilham Fikri/Azhar)