JAKARTA – Komisioner Komnas Perempuan (2020 – 2024), Hj. Maria Ulfa Anshor menyampaikan bahwa organisasi masyarakat (Ormas) memegang peran penting dalam mencegah tindak kekerasan. Potensi Indonesia yang memiliki banyak Ormas harus dimanfaatkan secara optimal.
Hal ini disampaikannya dalam seminar yang bertajuk “Penguatan Ormas Perempuan dalam Pencegahan Tindak Kekerasan dan Gangguan Kerukunan Antar Umat Beragama”. Kegiatan tersebut merupakan kolaborasi antara Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama (KAUB) dengan Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) RI.
“Kekerasan seksual itu nyata dan ada datanya. Dari Catatan Tahunan yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan, tindak kekerasan terhadap perempuan terus meningkat tiap tahunnya,” beber Maria, di Hotel Grand Sahid Jakarta, Selasa (30/08/2023).
Maria Ulfa juga mengungkap bahwa setiap tahunnya Komnas Perempuan menerima laporan tindak kekerasan terhadap perempuan sekitar 4.000 kasus. Tentunya jumlah tersebut akan terus meningkat sebab masih banyak pula kasus yang tidak dilaporkan.
“Banyak kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat tidak dilaporkan kepada kami. Biasanya masyarakat cenderung beranggapan tindakan tersebut adalah aib yang memalukan apabila mereka mengajukan laporan,” katanya.
Pemahaman tersebut menjadi tantangan bagi Pemerintah, Ormas, serta para stakeholder untuk meluruskan cara pandang yang keliru ini. Dia menambahkan muara tindak kekerasan adalah diawali dengan pemikiran.
“Angka kekerasan nomor satu dari data yang kami himpun yaitu di perguruan tinggi, kemudian disusul pondok pesantren, dan urutan ketiga kekerasan di asrama keagamaan,” jelasnya.
Dalam forum yang sama Asisten Deputi Tindak Pidana Perdagangan Orang Kementerian PPPA RI, Priyadi Santosa M. Si menyebut Pemerintah melalui KPPPA terus berupaya untuk menekan dan mengurangi tindak kekerasan yang terjadi. Hingga saat ini, KPPPA telah bermitra dengan berbagai ormas keagamaan maupun masyarakat umum dalam penanganannya.
“Penanganan kasus yang berbau kekerasan akan sangat efektif dimulai dari keluarga. Pemahaman kepada anggota keluarga terkait hal ini tentunya akan berdampak besar bagi lingkup yang lebih luas,” kata dia.
Selain itu, Priyadi juga menjelaskan bahwa tindak kekerasan yang terjadi di Indonesia dipicu oleh berbagai faktor. Di antara faktor-faktor tersebut adalah pendidikan yang rendah, angka pengangguran yang tinggi, serta gaya hidup yang konsumtif.
(Isyatami Aulia/Angga)