Oleh: Prof KH Asrorun Niam Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa
Umur Indonesia sudah menginjak 78 tahun, dan Indonesia akan menjadi bangsa yang besar jika mampu merawat kemerdekaan ini dengan sungguh-sungguh. Dalam konteks kontemporer, merawat kemerdekaan itu sejatinya dapat dilakukan dengan tiga jenis jihad.
Pertama, jihad digital yang telah membuat kehidupan kenegaraan kita sudah demikian dipengaruhi oleh pesatnya teknologi informasi.
Pesatnya teknologi informasi mewarnai kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Karena itu, menurut dia, setiap insan Indonesia perlu menjadi mujahid digital, untuk memastikan seluruh konten digital berisi hal yang baik dan bermanfaat.
Setiap konten yang kita produksi atau kita sebar lewat jemari kita adalah konten yang mempersaudarakan, bukan memecah belah; mendatangkan manfaat, bukan mafsadat, konten yang mengajak kebaikan, bukan mengejek dan menjelekkan, menjauhi prasangka, apalagi ghibah, fitnah, dan dusta.
Seluruh warga Indonesia merupakan saudara dalam keimanan, kebangsaan, kenegaraan dan kemanusiaan. Tidak ada alasan apapun yang membenarkan untuk membunuh karakter seseorang lewat media sosial, entah itu pejabat negara atau warga biasa.
Alquran juga telah memberi petunjuk bagaimana menjijikkannya orang-orang yang melakukan adu domba. Dalam QS Al-Hujurat ayat 12, menurut Ni’am, orang-orang yang seperti itu digambarkan sebagai pemakan bangkai saudaranya sendiri.
Nabi Muhammad SAW pun memerintahkan umatnya untuk bertutur kata yang baik. Dalam kehidupan sekarang ini, kata Ni’am, bertutur kata yang baik juga bisa dikategorikan sebagai membuat meme yang baik dan mengunggah konten yang positif. Tentunya, hal ini menjadikannya sebagai salah satu indikator keimanan kepada Allah SWT.
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً: من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرًا أو ليصْمُت،
Dari Abi Hurairah ra dari Rasulullah SAW beliau bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim).”
Kedua, jihad konstitusi juga penting mendapat perhatian. Ni’am mengatakan, konstitusi dan perundang-undangan memainkan peran strategis bagaimana kehidupan bernegara dan berbangsa bisa berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan para founding fathers.
Kita wajib menjaga kesepakatan nasional dengan mentaati aturan yang tidak bertentangan dengan syariat. Saat ini, era penjajahan fisik telah berlalu, tetapi agresi dalam bentuk lain tetap mengancam, seperti dalam bidang pemikiran, ekonomi, pendidikan, moral, sosial, dan budaya.
Berbagai skenario pelemahan eksistensi negara telah dilancarkan secara sistematis, misalnya dengan melakukan perubahan peraturan perundang-undangan yang secara jangka panjang akan memperlemah negara.
Jihad konstitusi untuk memastikan tetap tegaknya NKRI dengan dasar Pancasila dan UUD 1945, dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap aturan yang bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus ditolak, karena itu berarti membelokkan tujuan kemerdekaan Indonesia. Hal yang baik kita jaga dan kita pertahankan, sementara hal yang buruk kita koreksi dan kita perbaiki.
Tatanan masyarakat bangsa yang semakin terbuka meniscayakan terjadinya kontestasi dan perang pengaruh, di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Misalnya, munculnya kampanye LGBT, perkawinan sesama jenis, perkawinan beda agama, dan penodaan agama atas nama kebebasan.
Di bidang ekonomi, juga muncul tantangan liberalisme ekonomi yang mengancam prinsip keadilan. Terkait dengan hal ini, perlu jihad konstitusi dalam upaya memperkokoh kedaulatan bangsa dan negara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada hakikatnya adalah wujud perjanjian kebangsaan (al-mitsaq al-wathani) yang berisi kesepakatan bersama bangsa Indonesia. Hal itu ditempuh melalui serangkaian perjuangan panjang yang dilakukan oleh para pejuang, terutama para ulama dan syuhada.
Perjuangan tersebut dilakukan demi mengikhtiarkan terwujudnya tata aturan yang menjamin terpeliharanya keluhuran agama serta kesejahteraan bagi penduduk negara-bangsa ini. Karenanya, kata dia, setiap warga Indonesia memiliki kewajiban untuk menjaga komitmen dan kesepakatan tersebut.
Dalam hal perkawinan, Undang-Undang (UU) juga sudah secara jelas mengatur bahwa perkawinan dilaksanakan antara laki-laki dan perempuan, serta dinyatakan sah jika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama. Karenanya, tidak ada ruang praktik perkawinan sejenis dan perkawinan beda agama di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar itu pula, Mahkamah Agung (MA) pada 17 Juli 2023 menerbitkan Surat Edaran Nomor 2/2023 yang intinya pengadilan tidak boleh mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan. Dan ini sejalan dengan UU Perkawinan.
Ketiga, jihad reformasi juga harus terus digelorakan dalam sanubari setiap warga Indonesia. Menurut Ni’am, jihad ini menjadi komitmen untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan terus melakukan perbaikan.
Tidak lama lagi bangsa kita akan hajat politik lima tahunan, pemilihan umum untuk memilih presiden dan anggota DPR serta DPRD. Dalam rangka meneruskan perjuangan kemerdekaan, kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dan mewujudkan kondisi yang harmonis serta tetap penuh persaudaraan.
Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan kepemimpinan dalam kehidupan bersama. Sementara itu, kepemimpinan dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.
Umat Islam di Indonesia memiliki kewajiban untuk menggunakan hak pilih dengan memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kemaslahatan umum.
Hak pilih yang dimiliki setiap individu sebagai Muslim adalah amanah, yang harus ditunaikan secara baik sebagai wujud tanggung jawab ketuhanan dan tanggung jawab kebangsaan. Allah SWT berfirman dalam Surat an-Nisa ayat 58:
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَييْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِاللْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Mahamendengar, Mahamelihat.”