Oleh: Muhammad Hendra, reporter TV MUI dari Makkah Arab Saudi
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) terus mematangkan konsep terbaik dalam penyelenggaraan ibadah haji jamaah lansia, khususnya saat fase puncak haji, wukuf di Arafah – Muzdalifa – Mina. Ada tiga skema yang dirumuskan dan itu sudah mulai didiskusikan serta disosialisasikan kepada para pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU).
Kenapa KBIHU? Direktur Bina Haji Arsad Hidayat mengatakan, KBIHU memiliki posisi strategis dalam ikut memberikan pemahaman kepada jamaah haji, termasuk jamaah lansia, terkait skema penyelenggaraan puncak haji. Sebab, KBIHU umumnya memilki banyak jamaah. Pesan dari para ustaz di KBIHU juga didengar dan diikuti jamaahnya.
“Menjelang puncak haji di Arafah – Muzdalifah – Mina atau Armina, kita telah siapkan tiga skema penyelenggaraan ibadah, khususnya bagi jamaah haji lansia,” tegas Arsad usai melakukan sosialisasi dengan para pengurus KBIHU di Makkah, Selasa (21/6/2023).
Skema pertama disiapkan bagi jamaah lansia yang meninggal dunia setelah di embarkasi, saat di pesawat, atau di tanah suci, serta jamaah lansia yang memiliki ketergantungan pada alat dan obat sehingga tidak bisa dimobilisasi. Jamaah yang masuk dalam kategori skema ini, akan dibadalhajikan.
Berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu, sampai saat ini tercatat ada 99 jamaah haji Indonesia yang meninggal di pesawat, Jeddah, Madinah, dan Makkah. “Jadi, nantinya akan ada orang yang membadalkan hajinya,” terang Arsad.
Skema kedua disiapkan bagi jamaah haji yang sakit dan dirawat, baik di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKIH) ataupun di RS Arab Saudi, dan masih bisa dimobilisasi. Jamaah dengan kategori ini akan disafariwukufkan.
“Kita akan angkut dengan bus yang sudah dimodifikasi, ada jamaah yang duduk dan baring. Satu dua jam di Arafah kemudian akan kembali ke KKIH atau RSAS,” sebutnya.
Untuk skema ketiga, lanjut Arsad, disiapkan bagi jamaah lansia yang fisiknya sehat, hanya harus menggunakan kursi roda. Mereka akan tetap dibawa ke Arafah untuk menjalani Wukuf seperti jamaah haji normal lainnya.
“Hanya, kita sedang mempersiapkan skema dengan pihak Syarikah supaya mereka tidak harus mampir di Muzdalifah. Sebab, Muzdalifah itu kan hamparan pasir. Kalau nanti kursi roda turun di sana akan berat mendorongnya,” papar Arsad.
“Sedang dibahas bersama Syarikah, skema agar mereka dapat diberangkatkan dari Arafah langsung ke Mina menjelang tengah malam sehingga saat mereka lewat di Muzdalifah pada tengah malam. Mereka mabit lahdzatan atau sebentar di Muzdalifah. Adapun ibadah lontar jumrahnya selama di Mina, agar diwakilkan kepada jamaah yang sehat,” lanjutnya.
Arsad juga mempersilakan kepada para jamaah yang akan mengambil inisiatif untuk tidak menginap di tenda Mina, tapi kembali ke hotel. Namun, Arsad mengingatkan bahwa tidak ada layanan katering di hotel. Sebab, katering yang disiapkan pihak muassasah hanya diperuntukkan bagi jamaah yang menginap di Mina.
“Jadi, jamaah yang mengambil pilihan untuk pulang ke hotel pada fase mabit di Mina, mereka harus mencari makan sendiri,” ucapnya.
Arsad menambahkan, Forum Komunikasi KBIHU pada 10 Mei 2023, telah menandatangani komitmen layanan haji ramah lansia. Mereka menegaskan akan mendukung program haji ramah lansia yang saat ini digagas pemerintah. Mereka siap memberikan kemudahan-kemudahan bagi jamaah hajinya, termasuk memberikan fasilitasi para jamaah dalam menunaikan ibadah hajinya.
“Terpenting, KBIHU juga berkomitmen untuk meniadakan aktivitas ibadah sunah bagi jamaah yang kondisi fisiknya tidak memungkinkan. Bagi mereka cukup umrah wajib, lalu istirahat, mempersiapkan diri untuk pelaksanaan wukuf. Saya kira itu jauh lebih baik dan positif bagi jamaah haji,” tandasnya. (Fakh)