Oleh: KH Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI yang saat ini bertugas sebagai petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) Arab Saudi
Penyebutan nama Misfalah untuk wilayah Kota Makkah karena secara geografis wilayah tersebut lebih rendah atau agak menurun dari arah Masjidil Haram.
Sebaliknya, untuk menyebut Ma’la karena posisinya keatas dari arah Masjidil Haram. Jamaah haji Indonesia yang hotelnya ada di wilayah Misfalah lebih dekat ke Masjidil Haram ketimbang mereka yang tinggal di Jarwal atau Mahbas Jin.
Distrik Misfalah, sebagaimana disebut oleh Al-Azraqi dalam History of Makkah: “Dari As-Safa ke Ajiadin di bawahnya, itulah seluruh Al-Misfalah. Batas Al-Misfalah dari tengah adalah awal Jalan Al-Bukhari, di tenggara, di seberang Al-Hamidiyah, dan awal Bait Al-Mansoori dari timur, dari barat laut adalah Suq Al-Saghir, dan dari selatan berbatasan dengan Jabal Al-Sharaish, melintang ke Jabal Abu Tabanja, tempat Babur Al-Kaaki berada.
Sejarawan Makkah, Ibnu Rajih al-Abdali menyebutkan, dulu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq hidup di wilayah Misfalah, dan beberapa qabilah Arab lainya, seperti Bani Tamim, Bani, ‘Adi, Bani Hasyim.
Garis nasab Nabi SAW
Bani Hasyim adalah salah satu klan dalam suku Quraisy yang merujuk kepada Hasyim bin Abdul Manaf. Hasyim bin Abdu Manaf adalah pendiri dari Bani Hasyim, dan buyut dari Nabi Muhammad SAW dan Ali bin Abu Thalib.
Bani Hasyim mendapat kepercayaan untuk memberi air minum (as-siqayah) dan melayani makanan (rifadhah) bagi jamaah haji yang datang dari segala penjuru. Tugas yang dilakukan Bani Hasyim ini merupakan bentuk amanah mulia untuk merawat kota Makkah.
Nabi Muhammad SAW sebagai keturunan Bani Hasyim diabadikan dalam bacaan shalawat yang biasa disebut shalawat Bani Hasyim :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى النَّبِىِّ الْهَاشِمِىِّ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
“Ya Allah, berikanlah rahmat serta salam kepada seorang nabi keturunan Bangsawan Hasyim, yakni Muhammad beserta keluarganya, semogalah tetap selamat dan sejahtera.”
Banyak para ulama meyakini shalawat Bani Hasyim dapat mendatangkan keberuntungan untuk urusan dunia dan akhirat.
Kemuliaan nasab Nabi Muhammad SAW yang tersambung kepada Bani Hasyim juga digambarkan dalam syair yang digubah oleh penyair legendaris yang lebih dikenal dengan Imam al-Bushiri :
نَسَبٌ تَحسِبُ العُلا بِحُلاهُ # قَلَّدَتْهَا نُجُومَهَا الْجَوْزَاءُ
“Rangkaian nasab yang berkedudukan tinggi, laksana barisan bintang-bintang yang saling terkait.”
Dari jalur Bani Hasyim ini telah lahir para pemuka sahabat, tabiin dan ulama yang menjadi rujukan dalam agama dari dulu hingga sekarang.
Pusat belajar ulama Indonesia
Distrik Misfalah kota Makkah terdapat sisa-sisa jejak orang Indonesia bertempat tinggal dan belajar Ilmu pengetahuan. Seperti Zaqaq Jawa (Gang Jawa)/ Rubath Jawa.
Misfalah tempat santri asal Indonesia menimba ilmu kepada Syaikh Ismail Zein al-Yamani atau kepada Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki sebelum keduanya kemudian pindah ke Rushaifah. Suasana Misfalah dulu dan kini tentu sangatlah berbeda. Kini tempat itu sebagian besar sudah berubah menjadi lahan parkir dan hotel.
Tidak diketahui secara pasti siapa ulama Indonesia pertama kali yang belajar di Makkah. Sejak abad ke 18 sudah ada ulama Indonesia yang belajar di Makkah bahkan mengajar dan menjadi Imam tetap di Masjidil Haram.
Tiga ulama tersebut seperti Syekh Junaid Al Batawi, Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi, dan Syekh Nawawi al Bantani.
Pada generasi selanjutnya, kisaran awal abad ke-19 ulama terkemuka asal Indonesia ada yang lahir di Misfalah, yaitu Syekh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani.
Banyak para ulama dunia berguru dan mengambil sanad kepada Syekh Yasin al-Fadani, antara lain, Syekh Muhammad Ismail Zain Al Makky Al-Yamani,
Abuya Sayyid Muhammad bin Alwy Al Maliki, Habib Umar bin Muhammad Hafidz Tarim, Syaikh Ahmad Muhajirin, Bekasi, TGH Muhammad Zaini Abdul Ghani Martapura, KH Maimoen Zubair, KH Sahal Mahfudz, dan sejumlah ulama dunia dan pengasuh pondok pesantren di Indonesia lainya.