Oleh: Yanuardi Syukur
Pengurus Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI dan Peneliti Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI
Pertemuan ASEAN Summit dengan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” menghasilkan poin-poin penting dalam pilar politik-keamanan, ekonomi, serta sosial-budaya. Kesepakatan tersebut bisa disebut sebagai ‘visi pemimpin ASEAN’ untuk menjadikan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan yang relevan buat rakyat, kawasan, serta dunia secara umum.
Konferensi Tingkat Tinggi di Labuan Bajo (10-11 Mei 2023) tersebut dihadiri Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam serta Sekjen ASEAN dan PM. Timor Leste. Dokumen mereka ditulis dengan nama “Chairman’s Statement of the 42nd ASEAN Summit” sebanyak 125 poin penting.
Sentralitas ASEAN
Pemimpin ASEAN memulai pernyataan mereka dengan menegaskan prinsip dan komitmen mereka untuk memperkuat kesatuan dan sentralitas ASEAN, mengakui Timor Leste sebagai anggota ke-11, menegakkan regionalisme dan multilateralisme berdasarkan prinsip-prinsip piagam PBB dan “memastikan tidak ada yang tertinggal” atau no one left behind (poin 1-9). Dalam arti sederhananya: semua menang, semua untung.
Pemimpin ASEAN juga menekankan pembangunan komunitas ASEAN, memastikan implementasi visi komunitas ASEAN 2025 secara penuh dan efektif. Soal dinamika kawasan dan perkembangan dunia yang cepat, pandangan mereka: “ASEAN harus responsif dan adaptif” serta perlunya “keseimbangan antara pragmatisme dan ambisi” agar ASEAN tetap stabil, maju, dan setia pada identitasnya (poin 10-16).
Ekonomi
Ekonomi ASEAN dipercaya akan terus tumbuh pada 2023 dan 2024. Para leaders melihat bahwa ekonomi ASEAN diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,7 persen pada tahun 2023 dan 5,0 persen pada 2024 sebab dorongan konsumsi domestik yang kuat, ekspor, serta percepatan pemulihan di bidang jasa. Poin pentingnya juga: pertumbuhan ekonomi regional harus adil, inklusif, dan berkelanjutan di tengah krisis multidimensi (poin 52-78).
Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari kualitas masyarakat. Investasi pada sektor manusia dianggap urgen agar lebih kompetitif dan gesit menuju masa depan (poin 79-111). Manusia yang sehat dan kolaboratif juga dianggap penting di era sekarang. Peran kaum muda yang mahir teknologi juga penting (poin 85-87) untuk memperkuat kerja sama regional.
Kementerian terkait perlu mempersiapkan pemuda-pemuda yang mahir-berprestasi dalam olahraga serta pemuda-pemuda yang sehat, kompetitif, melek digital, terdidik, serta dapat berkolaborasi pada tingkat kawasan secara merata dari berbagai provinsi di Indonesia.
Pembangunan ekosistem kendaraan listrik dirasakan sangat mendesak karena lebih aman bagi masa depan (poin 23). Sejalan dengan itu, ASEAN diharapkan jadi bagian penting dari rantai pasok dunia sehingga tren dunia pada kendaraan listrik tetap menempatkan ASEAN pada posisi kunci dalam hilirisasi industri. Bahasa lainnya, “ASEAN sebagai pusat produksi global” dalam industri kendaraan listrik.
Pemimpin ASEAN juga melihat bahwa promosi pembangunan pedesaan dan pemberantasan kemiskinan (juga ada di poin 101) adalah penting. Berbicara soal kesejahteraan regional tidak terlepas dari akselerasi percepatan transformasi pedesaan. Artinya, pembangunan kota dan desa perlu seiring-sejalan yang dibarengi dengan penurunan angka kemiskinan, sebab memberantas kemiskinan nyaris tidak mungkin.
Masyarakat luas, terutama di akar rumput sangat berharap agar transformasi desa betul-betul dijalankan, dan mereka mendapatkan manfaat dari pertumbuhan kawasan. Pada poin 38 ‘jaringan kota pintar ASEAN’ telah dimulai dengan berbagai proyek investasi serta diskusi berkala terkait industi, inovasi, keselamatan, keamanan, dan infrastruktur. Jaringan kota cerdas tersebut perlu dibarengi dengan ‘jaringan desa cerdas’ atau yang disebut pada poin 22 sebagai fast-track rural transformation. Kawasan terpencil perlu sekali diperhatikan sebab mereka umumnya kurang dari segi kesehatan, infrastruktur teknologi, dan akses jalan.
Inisiatif terkait integrasi ASEAN hanya dibahas dalam poin 33, yakni penegasan kembali pentingnya mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN. Tujuannya agar daya saing ASEAN semakin meningkat. Integrasi ASEAN sesungguhnya telah berjalan sampai sekarang, kecuali pada isu terkini yang belum progresif yakni krisis Myanmar akibat kudeta militer. Namun, soal integrasi, yang hanya dibahas satu poin, tampaknya dirasakan tidak menjadi soal penting untuk dibahas lebih panjang.
Hal yang lebih penting tampaknya adalah konektivitas ASEAN sebagai bagian dari episentrum pertumbuhan. Di sini faktor ekonomi dan sosial-budaya sangat penting dimulai dari pemulihan kawasan dari pandemi Covid-19. Artinya, jika pandemi ini betul-betul bisa teratasi, maka konektivitas kawasan akan berjalan lebih progresif, dengan begitu berdampak signifikan bagi pertumbuhan kawasan.
Terkait dengan kesejahteraan, kasus perdagangan orang atau //human trafficking// termasuk masih jadi soal di kawasan. Kasus tersebut diperburuk oleh penyalahgunaan teknologi (poin 17-28). Presiden Jokowi menyatakan perlunya tindak tegas terhadap pelakunya; para korban harus dilindungi. Laporan //Global Report on Trafficking// in Persons 2022 oleh UN Office on Drugs and Crime (UNODC) menyebut, mayoritas korban human //trafficking// di Asia Timur dan Pasifik dieksploitasi untuk kerja paksa (54 persen), ekploitasi seksual untuk praktik pelacuran (38 persen), dan bentuk-bentuk lainnya (8 persen). Mayoritas korbannya adalah perempuan (58 persen), laki-laki dewasa (18 persen), anak perempuan (21 persen) dan anak laki-laki (3 persen).
Rivalitas AS-China
Sejauh ini, kawasan Asia Tenggara masih bergejolak disebabkan terutama oleh rivalitas antara AS-China. Rivalitas ini jika tidak terkelola akan membawa petaka tidak hanya bagi kedua negara tersebut tapi juga untuk kawasan ASEAN. Rivalitas ini rupanya tidak hanya terkait dengan Samudra Pasifik tapi juga Samudra Hindia atau yang kita kenal Indo-Pasifik.
Indo-Pasifik adalah kawasan luas negara-negara yang berada di dua samudera besar yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Kawasan Indo-Pasifik terbentang mulai dari pesisir timur Afrika dan Laut Merah di sebelah barat, hingga pulau-pulau terluar Kepulauan Mikronesia, Melanesia, Polinesia, dan Indonesia. Batas utaranya adalah pesisir Semenanjung Korea, Jepang selatan, dan Hawaii. Sedangkan batas selatannya di ujung selatan Benua Afrika, Shark Bay di Australia Barat dan Sydney di pesisir timurnya.
Hal penting soal dinamika kawasan Indo-Pasifik ini adalah penegasan kepentingan bersama untuk memelihara dan memajukan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara, Asia-Pasifik, dan Samudera Hindia yang lebih luas (poin 29-32). Sentralitas ASEAN akan bermanfaat bagi Indo-Pasifik.
Rivalitas antara dua raksasa besar ini, AS-China, memang lebih canggih dari ‘perang dingin’ dulu (AS-Soviet), sebab saat ini keduanya adalah sama-sama negara kuat dengan pengaruh global yang luar biasa. Pengaruh progresif China di kawasan ini terutama setelah berkurangnya perhatian Amerika Serikat sebab terfokus pada Timur Tengah akibat teror 9/11 yang menewaskan sekitar 3000 jiwa.
Dalam rivalitas antara AS-China, pada hal-hal tertentu negara-negara ASEAN bisa berbeda pandangan. Pembentukan aliansi keamanan AUKUS (Australia, AS, dan Inggris) pada 2021 misalnya, negara ASEAN terbagi dua yaitu pendukung (Filipina, Singapura, dan Vietnam) dan penentang (Indonesia dan Filipina). Sebagai bagian dari pakta trilateral untuk melawan ambisi China di Indo-Pasifik, saat ini di Australia, AUKUS bahkan sedang membangun tiga kapal selam serbu bertenaga nuklir kelas Virginia (Kelas SSN-774) yang menggabungkan teknologi siluman, pengumpulan intelijen, dan sistem senjata terbaru.
Kementerian Luar Negeri RI berharap kehadiran kapal selam itu tidak berdampak pada pelanggaran non-proliferasi nuklir, yakni perjanjian 1 Juli 1968 yang membatasi kepemilikan senjata nuklir hanya pada 5 negara, yakni Perancis, China, AS, Inggris, dan Rusia. Australia tentu saja harus tetap konsisten sesuai aturan non-proliferasi nuklir tersebut. Poin saya adalah, tidak mudah bagi negara-negara ASEAN untuk satu suara pada semua isu, akan tetapi pada isu-isu yang disepakati di ASEAN Summit 2023 ini patut untuk dijaga oleh semua pemimpin ASEAN dan menjadi pegangan masyarakat ASEAN.
Krisis Myanmar: Hentikan Kekerasan dan Bangun Dialog Konstruktif
Pada kasus Myanmar, pemimpin ASEAN sepakat untuk mengimplementasikan //Five-Point Consensus//(5PC) yang disepakati pada pertemuan ASEAN Leaders Meeting (ALM) di Jakarta (24 April 2021). Saat itu hadir juga Jenderal Min Aung Hlaing, jenderal senior yang melakukan kudeta sehari sebelum rencana pelantikan parlemen Myanmar hasil Pemilu November 2020. Saat itu, junta militer juga menahan Presiden Win Myint, Penasihat Negara Aung San Suu Kyu, tokoh partai, aktivis, dan masyarakat lainnya.
Lima konsensus yang ditegaskan kembali adalah sebagai berikut: (1) Kekerasan harus segera dihentikan dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya (2) dialog konstruktif di antara semua pihak terkait untuk mencari solusi damai bagi kepentingan rakyat, (3) utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekjen ASEAN, (4) ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui //The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management// (AHA), dan (5) utusan khusus ASEAN dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu dengan para pihak terkait.
Merumuskan dan Menguatkan Nilai-nilai Peradaban ASEAN
Promosi nilai-nilai bersama tentang toleransi dan penghormatan atas keragaman ditegaskan pada poin 102. Indonesia rencana mengadakan //ASEAN Conference on Shared Civilizational Values// yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menumbuhkan pemahaman yang lebih besar tentang nilai-nilai peradaban bersama yang berasal dari budaya dan agama di kawasan. Konferensi itu diharapkan memberikan rekomendasi tentang bagaimana nilai-nilai peradaban bersama dapat memainkan peran penting dalam mempertahankan wilayah perdamaian dan sebagai episentrum pertumbuhan.
Gagasan konferensi ini berasal dari usulan Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf setelah bertemu Presiden Jokowi pada 24 Maret 2023 yang melihat bahwa Asia Tenggara memiliki //shared civilizational values// yang menjadikan ASEAN menjadi satu kawasan yang damai dan kuat di tengah diversitas peradaban dan agama. Pencarian dan memahami kembali, dan memantapkan nilai-nilai bersama di kawasan itu menjadi hal penting secara kultural selain pertumbuhan ekonomi.
Artinya, episentrum pertumbuhan ASEAN akan semakin sempurna dengan penguatan secara kultural dari pemahaman bahwa kita memiliki diversitas agama, etnik, afiliasi, dan sebagainya yang hal itu harus diterima serta dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.
Peran komunitas agama
Komunitas agama perlu untuk dilibatkan dalam menjaga integrasi, sentralitas, pertumbuhan dan perdamaian di ASEAN. Promosi nilai-nilai bersama pada poin 102 ASEAN Summit 2023 meniscayakan sinergi dan kolaborasi antara state actor dan non-state actor di Kawasan ASEAN untuk sama-sama mendukung keputusan pemimpin ASEAN bagi perdamaian dan kesejahtera bersama-sama.
Gagasan Dubes Bunyan Saptomo terkait pentingnya membentuk Forum Lintas Agama bagi Komunitas ASEAN (mirror.mui.or.id, 14 Januari 2023) adalah masuk akal, tidak hanya karena faktor diversitas manusia tapi juga karena pentingnya peran agama dalam menciptakan toleransi, perdamaian, dan stabilitas di Kawasan. Kolaborasi Pemerintah RI dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat penting untuk itu.
Faktor ‘agama sebagai solusi’ tidak bisa dilihat sebagai ‘pelarian’ manusia atas ketidakpastian—seperti pandangan Malinowski terkait peralihan orang Trobriand pada kepercayaan ketika mereka tidak bisa mengontrol angin dan cuaca dalam pelayaran di lautan (Kottak, 2015). Di sini, agama bahkan menjadi faktor inheren bagi berbagai pertumbuhan manusia yaitu ekonomi, sosial-budaya, atau dalam politik. Sebab, orang Asia Tenggara adalah orang yang beragama, tempat dimana banyak agama berkembang.
Konferensi Internasional yang akan digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait “agama, perdamaian, dan peradaban” (Hotel Sultan, Jakarta, 21-23 Mei 2023) adalah strategis untuk mengukuhkan kembali nilai-nilai perdamaian berbasis pada agama dan nilai-nilai kultural bersama tidak hanya di tingkat ASEAN tapi juga dunia. Pada konferensi itu pesertanya terdiri dari beragam agama, serta latar belakang negara yang tentu dapat menghasilkan rumusan universal sebagai pijakan dalam menciptakan dunia yang damai untuk semuanya. Diplomasi //Wasathiyyatul Islam// MUI memainkan peran penting dalam event internasional seperti ini.
Kembali para peran agama, cukup penting bagi negara-negara ASEAN (bahkan dunia) untuk membangun kemitraan lintas agama secara berkesinambungan. Dunia yang damai seharusnya menjadi idaman semua komunitas, semua negara, semua agama, semua peradaban, dan semua manusia yang menghuni planet bumi ini.
Menciptakan Kawasan Damai
ASEAN dan mitra eksternal perlu sama-sama menciptakan kawasan yang aman, stabil dan makmur. Untuk itu, diperlukan dialog konstruktif dan kerja sama yang konkret. Soal situasi di Laut China Selatan, pemimpin ASEAN menekankan perlunya rasa saling percaya dan menahan diri dari sikap yang potensial memperumit keadaan dan meningkatkan perselisihan.
Kesepakatan para pemimpin ASEAN ini sangat ideal sebagai kesepakatan yang berbasis pada nilai-nilai bersama. Selanjutnya, kesepakatan tersebut perlu diimplementasikan oleh para pihak, dan tak kalah pentingnya adalah bagaimana masyarakat di negara-negara ASEAN memahami posisi ASEAN dalam 125 poin tersebut.
ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan adalah gagasan progresif dan patut untuk kita dukung bersama. Maka saatnya semua pihak untuk menurunkan kesepakatan tersebut dalam berbagai langkah implementatif dan praktis demi tercapainya ASEAN yang damai, aman, stabil, dan sejahtera untuk semuanya.
Soal konflik Korea Utara dan Korea Selatan juga menjadi perhatian penting, apalagi terjadi lonjakan pengujian rudal balistik antarbenua dan meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea. Sejauh ini, pemimpin mengharapkan para pihak untuk menahan diri sepenuhnya, menghindari tindakan balasan militer yang dapat memperburuk situasi, serta melanjutkan dialog damai menuju perdamaian abadi. Denuklirisasi Semenanjung Korea adalah poin penting di dalamnya.
Konflik Israel-Palestina juga jadi perhatian yang sudah puluhan tahun belum selesai. Pemimpin ASEAN memilih solusi yang komprehensif, adil, dan berkelanjutan untuk mencapai perdamaian dan stabilitas Timur Tengah. Negosiasi antara Israel dan Palestina perlu dilakukan secara aktif dan positif. Solusinya adalah: dua negara. Kedua negara hidup berdampingan secara damai dan aman berdasarkan perbatasan pra-1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina (poin 123). Solusi ini sudah lama jadi opsi, namun pada faktanya tidak mudah untuk mencapai kata sepakat sebab kompleksitas masalah tersebut.
Langkah MUI untuk membangun Rumah Sakit Indonesia Hebron (RSIH) adalah bagian penting dari kiprah Indonesia untuk Palestina. Secara konsisten dan berkala, MUI melanjutkan kesepakatan bersama Wali Kota Hebron terkait pembangunan rumah sakit yang diperkirakan memakan biaya sekitar Rp. 87 miliar.
Adapun soal perang Ukraina, yang memakan korban wafat sekitar 62.295 orang tersebut, pemimpin ASEAN berpendapat bahwa perang itu perlu segera diakhiri dengan penghentian permusuhan dan dimulainya resolusi damai (poin 124). Prinsipnya, ASEAN menghormati kedaulatan, kemerdekaan politik, dan integritas teritorial. Sejak Rusia melancarkan operasi milter ke Ukraina pada 24 Februari 2022, situasi itu juga berdampak negatif bagi ASEAN.
Satu hal penting dalam amatan saya soal politik-keamanan (poin 39-51) adalah penegasan komitmen untuk melestarikan kawasan Asia Tenggara sebagai zona bebas senjata nuklir dan bebas dari semua senjata pemusnah massal. Ada kekhawatiran bahwa senjata nuklir akan merusak dan memusnahkan manusia, setidaknya dari kasus pemboman nuklir pertama di dunia pada 6 Agustus 1945 yang menghancurkan dan membunuh 140 ribu orang di Hiroshima dan 70 ribu di Nagasaki.
Adalah penting untuk terus menyuarakan perdamaian oleh negara atau non-negara. Peran penting perempuan dalam perdamaian juga penting pada bagian ini yang berfokus pada peran perempuan dalam perdamaian, keamanan, dan pemberdayaan dalam semua pekerjaan (poin 97). Program pertukaran untuk penguatan kapasitas perempuan ASEAN menjadi penting. Programnya bisa dalam bentuk pertukaran antartokoh, antarpekerjaan, atau sektor lainnya.
Menjaga Persahabatan, Menjadi ‘Keluarga ASEAN’
Menarik untuk melihat bagaimana terbentuk dan peran ASEAN sebagai ‘komunitas negara-negara’ dari sudut antropologi persahabatan. Persahabatan setidaknya dibentuk oleh identitas dan jaringan sosial (Miller, 2017), bagian dari kekerabatan (Beer & Garner, 2015), serta dibentuk oleh adanya rasa percaya dan loyalitas (Beer, 2001). Persahabatan itu bahkan memainkan peran penting dalam kehidupan manusia serta hubungan sosial budaya yang kompleks (Crapanzano, 2003).
Dokumen ASEAN Summit 2023 adalah dokumen persahabatan antara negara-negara di ASEAN. Pertemuan di Labuan Bajo itu memperlihatkan keakraban, rasa percaya, loyalitas, serta kekeluargaan. Sebagai ‘keluarga ASEAN’, Indonesia—sebagai Chairman ASEAN 2023—hendak menjadi pengayom bagi semuanya, termasuk menjadi mediator krisis Myanmar.
Jika semangat persahabatan antarnegara ini kita jaga, tentu saja akan berdampak positif tidak hanya bagi relasi antarnegara, tapi juga bagi komunitas dan bagi manusia di kawasan. Apalagi, jika persahabatan itu kita tambah dengan semangat kekeluargaan sebagai ‘keluarga ASEAN’, dimana semua keluarga dalam satu rumah harus saling melihat, saling menghargai, saling membantu, dan saling menghidupi satu sama lainnya. *