Oleh: Prof KH Ma’ruf Amin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI dan Wapres RI
Alquran diturunkan pada Ramadhan untuk menjadi menjadi sumber petunjuk bagi manusia, dan pembeda antara yang haq dan batil. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam QS Al Baqarah ayat 185 sebagai berikut:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ
Artinya : “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).”
Petunjuk ada dua. Pertama petunjuk bersifat umum (hidayatul addillah) yang diberikan kepada seluruh manusia baik yang beriman maupun tidak beriman (hudan linnas).
Kedua yaitu petunjuk ma’unah (hidayatul ma’unah) yang diberikan kepada orang-orang yang bertakwa seperti disebutkan dalam Alquran (hudan lil muttaqin).
Alquran menganjurkan untuk mengajak ke jalan yang baik seperti disebutkan dalam Alqur surat Ali Imran ayat 104 yaitu sebagai berikut:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Menurut para ulama yang disebut al-khair (kebajikan) adalah segala sesuatu yang mendatangkan kemaslahatan /(jalbul mashlahah) dan menghilangkan kemudaratan (daf’il madhor). Terkait hal ini Allah SWT menyatakan dalam Alquran surat An Nisa ayat 114:
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ
Artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mendamaikan antarmanusia yang berselisih.”
Pertama perintah sedekah, merupakan kebaikan menggunakan harta baik yang sifatnya sedekah wajib seperti zakat maupun sodaqoh tathawu’iyah dan termasuk dalam kategori jalbul mashlahah.
Kedua perintah “ma’rufin” adalah berbagai kebaikan secara umum yang bersifat non harta benda, termasuk nasihat, inisiatif, gagasan dan lain sebagainya yang juga dikategorikan dalam jalbul mashlahah.
Ketiga adalah mendamaikan antar manusia (islahin bainannas). Hal ini termasuk bersifat daf’il madhor (menghilangkan kemudaratan). Perintah ketiga ini mengarahkan kita untuk mendamaikan antarmanusia, bukan antarsesama umat Islam saja. Dalam pengertian ini juga upaya mencegah terjadinya konflik atau perselisihan dan menjaga kerukunan.
Pengertian ayat tersebut sangat relevan bagi bangsa kita yang besar dan majemuk dalam memperkuat kerukunan antarumat beragama. Adanya perbedaan di antara umat manusia merupakan keniscayaan sesuai dengan realitas kehidupan manusia. Dalam hal ini Alquran juga telah menyatakan dalam surat hud ayat 118:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
Artinya: “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.”
Hikmah dari ayat tersebut adalah, sekiranya Allah SWT menghendaki, pastilah akan menjadikan umat manusia sebagai umat yang bersatu. Akan tetapi, Allah SWT tidak menghendakinya, sehingga manusia akan tetap saling berbeda dalam agama-agama mereka. Namun demikian perbedaan-perbedaan itu tidak boleh membuat umat manusia saling bermusuhan.
Kerukunan umat adalah fondasi bagi persatuan dan kedamaian bangsa kita. Seluruh program, rencana dan kerja kebaikan demi mewujudkan visi Indonesia Maju hanya dapat dieksekusi jika bangsa kita rukun dan bersatu.
Oleh sebab itu sangat penting untuk melakukan revitalisasi pengertian ayat di atas dalam kehidupan masyarakat dan bangsa yang majemuk untuk merekatkan dan merawat kerukunan. Dalam hal ini, Ramadhan menjadi momentum yang tepat untuk menguatkan rasa kekeluargaan dan persatuan di tengah perbedaan yang ada, sehingga dapat memperkokoh persaudaraan sebangsa maupun antar-sesama manusia.
Kita bersyukur kepada Allah SWT karena umat Islam Indonesia adalah umat yang wasathiyyin, yaitu yang berfikir moderat, yang menerapkan prinsip at-tawassuth atau bersikap tengah, tidak ekstrem kiri ataupun ekstrem kanan.
Moderasi dan toleransi beragama menjadi kunci terciptanya kerukunan. Manajemen moderasi beragama merupakan instrumen penting dalam mencegah konflik, membangun konsensus, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Saya bersyukur, bahwa praktik moderasi beragama di negara kita dapat menjadi rujukan bagi dunia. Saya berharap, umat Islam Indonesia dapat menjaga praktik kerukunan yang sudah baik ini, dan diharapkan berkontribusi lebih banyak lagi dalam mewujudkan dunia yang damai.
Insya Allah, dengan pertolongan Allah SWT dan kerja keras, bangsa Indonesia akan mendapatkan kemuliaan dan keberkahan dari Allah SWT dan ditinggikan derajatnya. Insyaa Allah, bangsa kita terus selamat melewati macam-macam ujian dan tantangan, sehingga dapat terus bertumbuh menjadi negara yang makmur dan sejahtera secara merata.
Demikian yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang sangat baik ini. Saya mengajak kita semua untuk tidak letih merawat kerukunan umat, dan berkarya demi Indonesia.
Selamat memperingati Nuzulul Quran. Selamat melanjutkan ibadah pada suci Ramadhan.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan dan inayah-Nya, serta meridai seluruh upaya yang kita lakukan demi bangsa Indonesia yang maju, baldayatun tayibatun warabun ghafur.
*Disarikan dari sambutan Peringatan Nuzulul Quran kenegaraan Jumat (7/4/2023)