Tidak terasa, kita sudah berada di penghujung bulan Sya’ban. Tidak heran, umat muslim sudah mulai ramai menyambut bulan Suci Ramadhan dengan tradisinya masing-masing.
Di masyarakat suku Sunda misalnya, tradisi menyambut Ramadan disebut dengan munggahan. Biasanya orang-orang berkumpul dan bercengkerama bersama keluarga, makan bersama, hingga ziarah ke makam kerabat yang sudah meninggal dunia.
Tentunya, banyak hal yang harus dipersiapkan oleh kaum muslimin jelang Ramadhan. Salah satunya yang paling utama adalah tata cara berpuasa Ramadhan. Dalam berpuasa, kita diwajibkan berniat. Sebab sejatinya pada setiap ibadah fardhu diharuskan berniat, tiak terkecuali niat dalam puasa Ramadhan.
Sebagian ulama memandang posisi niat dalam ibadah merupakan rukun, ulama lain memandang niat adalah syarat. Menurut Syekh Yusuf al-Qaradlawi dalam karyanya, Fiqhush Shiyaam, tidaklah penting apakah niat merupakan rukun atau syarat selama seluruh ulama bersepakat mengenai kewajiban niat dalam beribadah.
Yang dimaksud niat dalam konteks ibadah adalah berusaha melaksanakan ibadah karena mengikuti perintah Allah Ta’ala, serta untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Karena terkadang ada orang yang menahan lapar dan haus dari terbit fajar hingga magrib dengan maksud untuk olahraga atau diet alias menjaga berat badan saja. Atau orang-orang yang disibukkan dengan pekerjaannya dari pagi sampai larut malam, hingga lupa untuk makan dan minum.
Orang-orang seperti ini, bukan termasuk orang yang melaksanakan puasa secara syariat, karena mereka hanya menahan lapar dan haus saja, tanpa dibarengi dengan niat berpuasa karena Allah Ta’ala serta mengharapkan pahala dari-Nya. Sedang Allah tidak akan menerima suatu ibadah tanpa diiringi dengan niat. (Yusuf Al-Qaradlawi, Fiqh al-Shiyaam, hal. 82)
Sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ…
“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan (berniat) kepada-Nya lagi hanif (istikamah),…”
(Qs. Al-Bayyinah [98]:5)
Rasulullah SAW juga pernah bersabda tentang betapa pentingnya niat dalam suatu pekerjaan, terlebih dalam ibadah dan amal saleh:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى…
“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan…” (HR. Bukhari no. 1)
Dalam hadist lain, dari Abu Hurairah, ia berkata:
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي
Dari Nabi SAW bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘Puasa adalah milik-Ku, dan Aku sendirilah yang memberikan pahalanya, orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya, karena Aku.” (HR. Bukhari no. 6938)
Oleh karena itu, marilah kita sama-sama meluruskan niat untuk berpuasa Ramadan di tahun ini semata karena Allah Ta’ala dan mengharapkan ridha-Nya. Jangan sampai kita berpuasa semata-mata tujuannya duniawi, misalnya untuk diet atau menjaga berat badan saja. Wallahu a’lam..
(Shafira Amalia/Angga)