JAKARTA— Kewajiban bagi setiap anak adalah berbakti kepada orang tua (birrul waalidaini). Perintah tersebut hadir sebagai bentuk penghormatan atas besar jasa keduanya dalam kehidupan.
Seorang ibu berjuang dengan susah payah melindungi anaknya dari sejak di dalam kandungan hingga beranjak dewasa. Begitu pula peran besar ayah yang turut menemani ibu dalam membesarkan anak-anaknya.
Oleh sebab itu, kebaktian seorang anak kepada orang tua tetap berlanjut hingga keduanya wafat.
Atas pengorbanan inilah, tidak berlebihan pula apabila Alquran berulang kali mengabarkan kewajiban untuk berbakti dengan berbuat baik kepada orang tua. Bahkan salah satu wasiat Lukman al-Hakim kepada anaknya yang diabadikan dalam surah Luqman ayat 14 disebutkan:
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
“Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.”
Dalam Tafsir Jalalain, Imam Al Mahalli menjelaskan pada ayat di atas Allah SWT menggunakan kata وَوَصَّيْنَا (wawashshaynaa) sebab perkara yang diwasiatkan merupakan sesuatu yang berharga dan penting. Oleh karenanya agar hal tersebuut terus-menerus diwasiatkan generasi ke generasi yaitu berbuat baik kepada kedua orang tua.
Sedangkan dalam Tafsir al-Mishbah, Prof Quraish Shihab mengutip pendapat Ibnu Asyur yang menjelaskan bahwa dalam ayat ini sisipan yang sengaja Allah SWT letakkan setelah wasiat Lukman di ayat sebelumnya yaitu kewajiban mengesakan Allah SWT serta menyukuri segala nikmat-Nya.
Oleh karenanya, Allah SWT menjelaskan kepada hamba-Nya bahwa limpahan kasih-Nya tercurahkan kepada mereka (hamba-hamba-Nya) yang mewasiatkan anaknya supaya berbakti kepada orang tuanya.
Dalam firman-Nya yang lain disebutkan pula perintah untuk berbuat baik kepada orang tua, yakni dalam surat al-Isra ayat 23 berikut:
۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُممَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
“Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”
Masih dalam Tafsir al-Misbah, Prof Quraish Shihab menyebut, Allah ta’ala dalam ayat di atas menyandingkan larangan menyekutukan-Nya pada sesuatu apapun dengan perintah berbakti kepada kedua orang tua sebaik-baiknya.
Sebagian ulama tafsir berpendapat, penyandingan tersebut menunjukkan bahwa begitu agungnya kedudukan orang tua dalam ajaran Islam.
Selain kedua ayat di atas, masih banyak lagi ayat yang memerintahkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua. Adanya pengulangan perintah atau larangan yang sama dalam Alquran menunjukkan redaksi yang disebutkan teramat penting dan mengandung kedalaman hikmah.
Jika ada istilah populer yang menyebut, “tidak ada manusia yang sempurna” dalam konteks tulisan ini pun dapat pula dikatakan “tidak ada orang tua yang sempurna sebagaimana halnya seorang anak”.
Berbakti kepada kedua orang tua seutuhnya kecuali untuk hal-hal yang dilarang dan di luar syariat Islam merupakan bentuk pengabdian sekaligus merupakan jalan yang bisa menghantarkan seorang hamba pada keridhoan-Nya. Wallahu’alam. (Isyatami Aulia, ed: Nashih)