JAKARTA— Dengan mayoritas penduduk Muslim, sudah seharusnya menjadikan Indonesia mampu mengembangkan sistem ekonomi Islami yang mengkombinasi antara sistem sosialis dan kapitalis.
Pandangan tersebut disampaikan Cholil Hasan selaku Ketua Komite Nominasi dan Remunerasi Demi Umat di acara Dialog Kebangkitan Ekonomi Umat series ke-4.
Acara yang diselenggarakan oleh KPEU MUI Pusat pada Sabtu malam (9/10) tersebut bertemakan “Membangun Gerakan Ekonomi Kerakyatan Indonesia Bersinergi dengan Kekuatan Sistim Manajemen Bisnis Korporasi”.
Cholil mengatakan pergerakannya, adalah bagaimana mampu mengadopsi manajemen korporasi dalam ekonomi kerakyatan.
“Perlu diwaspadai dampak yang dirasakan dari sistem kapitalis. Dampak positif sistem kapitalis mampu mendorong aktivitas ekonomi secara signifikan. Namun dampak negatif yang dirasakan yaitu adanya penumpukkan harta yang akhirnya memicu oligarki,” demikian catatan kritis Cholil Harun yang juga Ketua Komite Nominasi dan Remunerasi Demi Umat.
Lebih lanjut, dia menjelaskan terdapat dua kutub yang dikenal dalam dunia ekonomi yaitu sosialis dan kapitalis. Ekonomi dalam Islam sendiri cenderung mengarah kepada kutub sosialis.
Sebab, dalam sistem ekonomi Islam tujuan utamanya hampir mirip dengan sistem sosialis yang mengutamakan kemakmuran masyarakat secara merata.
“Terdapat misi yang tengah saya dan KH Nuruzzaman bicarakan yaitu mengenai gerakan membangun ekonomi kerakyatan di Indonesia. Hal tersebut juga membahas bagaimana cara untuk merealisasikan misi tersebut,” terang Cholil Hasan.
Kata Cholil hasan, di Indonesia sebagian besar roda perekonomian diisi oleh pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Namun demikian, pengetahuan para pelaku UMKM terkait sistem manajemen bisnis masih sangat minim.
Atas kondisi itu, akhirnya pengembangan usaha di Indonesia hanya berjibaku pada tahap tersebut tidak adanya kemajuan signifikan untuk beranjak menjadi bisnis korporasi.
Lebih lanjut, Cholil menguraikan bahwa konsep metodologi modernisasi yang lahir di Barat merupakan pembangunan ekonomi oleh masyarakat menengah, karena berbasis pada ekonomi sekuler.
Namun demikian, ditambahkan Cholil, jika merujuk pada sistem modernisasi yang dilakukan oleh negara Turki dan Iran, kedua negara Islam ini mengalami kegagalan saat menggunakan sistem tersebut.
Sejauh yang ia ketahui, Cholil melihat sejarah negara Islam yang menggunakan sistem modernisasi pada pembangunan ekonomi, belum ada yang berhasil melakukannya termasuk Turki dan Iran.
Ia menganalisa, kegagalan itu karena pembangunan ekonomi masih didominasi oleh pemerintah.
“Saat pemerintah lebih dominan menguasai perekonomian akan mengakibatkan pembangunan ekonomi yang tidak merata juga maraknya korupsi. Di samping itu masyarakat kelas atas jadi super kaya, sedangkan masyarakat menengah termasuk termarjinalkan seperti UMKM. Akibatnya masyarakat bawah menjadi buruh murah,” katanya.
Cholil Hasan menambahkan, pengalokasian dana dari zakat dan wakaf bisa dikerahkan untuk membantu proses perekonomian kerakyatan.
Salah satu bentuknya, jelas Cholil adalahh menerapkan sistem zakat skala berjangka, yaitu dana yang dialokasikan untuk membantu UMKM tersebut saat dua tahun kedepan dikembalikan.
Cholil menekankan bahwa penerapkan konsep managemen pada setiap unit ekonomi kerakyatan harus dicari sumber pendanaan yang bisa menutupi kebutuhan produksi. Mulai dari preparation, investasi, operasional, dan ekspansi.
Selain itu, Cholil juga mengatakan bahwa perlu adanya pelatihan bagi pelaku UMKM untuk mengetahui mengetahui wawasan mengenai managerial skill serta wawasan pengelolaan dana yang baik. (Isyatami Aulia/Angga)