Bermuamalah dengan non muslim dalam urusan dunia dibolehkan seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai-menggadai, dan lain-lain.
Penjelasan
Dalam kehidupan yang majemuk tentu tidak bisa dilepaskan dari hubungan antar kelompok. Termasuk di dalamnya kelompok muslim berhubungan dengan non muslim, baik dalam urusan bisnis, keluarga, hubungan kerja, ketetanggaan, dan lain-lain. Satu hal yang tidak dapat dihindari adalah hubungan dalam muamalah (bisnis atau pekerjaan) di tengah keragaman keyakinan dalam masyarakat.
Di dalam hidupnya, Rasulullah saw banyak sekali berhubungan secara sosial (bermuamalah) dengan non muslim, baik dengan orang kafir, musyrik, Yahudi, Nasrani, Majusi, dan lainnya dalam berbisnis, hidup bertetangga atau usaha-usaha tertentu. Hubungan tersebut lebih karena ada keterkaitan sosial sebagai makhluk sosial. Dalam konteks ini, muamalah Rasulullah SAW yang tidak berhubungan dengan urusan agama (ritual).
Salah satu contoh adalah ketika Nabi SAW masih berjuang pada awal dakwah di Mekkah, orang-orang kafir Quraisy yang memusuhinya justru banyak yang menitipkan harta mereka di tangan Rasulullah SAW karena dianggap orang yang jujur dan amanah (al-Amin) sejak kecil. Posisinya sebagai orang yang dikenal sangat jujur, gelar sejak kecil tidak pernah dicabut meski Rasulullah saw. diangkat menjadi utusan Allah SWT. dan mendapat tantangan dan dimusuhi oleh masyarakatnya sendiri. Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, di tangan beliau masih banyak harta titipan milik orang-orang kafir yang harus dikembalikan terlebih dahulu. Suatu sikap yang mungkin sulit terjadi bagi orang biasa, dimusuhi oleh mereka yang titip harta, tetapi Rasulullah SAW tetpi memegang amanah.
Demikian juga dalam perjalanan hijrah pun, Rasulullah SAW tetap berhubungan dengan orang non-muslim yang dipercayainya. Rasulullah SAW dan Abu Bakar menyewa seorang guide profesional untuk mengantarkan mereka berdua hingga tiba ke arah Madinah, Abdullah bin Uraiqidz, yang nota bene bukan muslim. Terkait dengan ini, keputusan Rasulullah yang mempercayakan penunjuk jalan kepada orang non muslim sebenarnya sangat beresiko, tetapi apa yang dilakukan oleh Rasulullah adalah mempercayai seseorang yang amanah, tanpa melihat latar belakang agama.
Hal lain juga Rasulullah SAW di Madinah bertetangga dengan orang yang beragama Yahudi. Satu hal yang pernah dicatat oleh sejarah adalah peristiwa Nabi pernah menggadaikan baju besinya kepada tetangga Yahudi ketika kehabisan makanan untuk mendapatkan pinjaman. Dan masih banyak lagi bagaimana contoh muamalah Rasulullah SAW secara ekonomi dengan pihak non muslim, yang tidak terkait dengan urusan agama. Mencermati data-data sejarah tersebut memperlihatkan sikap dan tindakan Rasulullah SAW telah mempraktikkan bermuamalah dengan non muslim. Artinya tidak ada larangan apapun berhubungan secara sosial selama dalam koridor mampu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Hanya saja prinsip-prinsip hubungan (muamalah) harus terpenuhi, seperti kesetaraan, kejujuran, kepercayaan, keadilan, transaksi pada hal yang di bolehkan dalam Islam, dan lain-lain.